Sekolah Tunas Dharma

SD Tunas Dharma Hadirkan Pembelajaran Kreatif yang Berbasis kepada Siswa Sebagai Pusat Pembelajaran

SD Tunas Dharma | Di dalam paradigma psikologi perkembangan, diketahui bahwa pada masa-masa anak pada anak sekolah dasar (SD) merupakan masa pematangan di tingkat kanak-kanak. Di dalam jenjang sekolah dasar, dibagi menjadi 2 (dua) kelompok usia yang biasanya dikenal dengan istilah “kelas bawah” dan “kelas atas”. Kelas bawah, biasanya untuk menyebut tingkatan kelas 1 (satu) sampai kelas 3 (tiga). Sedangkan kelas atas, merupakan sebutan untuk tingkatan kelas 4 (empat) sampai kelas 6 (enam). Bukan tanpa dasar, pembagian istilah tingkatan ini ternyata sudah disesuaikan dengan kategorisasi kelompok umur anak-anak, sesuai dengan paradigma keilmuan psikologi, dalam hal ini psikologi anak dan psikologi perkembangan.

Pertama, Karakteristik perkembangan anak pada kelas bawah sekolah dasar, dapat dikategorikan sebagai anak dalam rentang usia dini, karena memang pada usia tersebut secara hierarki pendidikan formal merupakan kelanjutan dari pendidikan anak usia dini atau taman kanak-kanak. Namun demikian, ada yang membedakan dari anak usia kelas bawah sekolah dasar dengan anak-anak di jenjang pendidikan taman kanak-kanak. Salah satu yang tampak berbeda adalah dari sisi fisik.

Pada usia anak kelas bawah, biasanya terjadi pertumbuhan fisik yang lebih matang, karena lebih seimbang dan mampu mengontrol keseimbangan gerak tubuh. Sedangkan dari sisi perkembangan tingkat kecerdasannya, pada anak kelas bawah sekolah dasar ini pada umumnya sudah mampu melakukan seriasi, pengelompokan objek, mulai berminat kepada angka (numerik) dan tulisan (teks), bertambahnya koleksi perbendaharaan kata dan istilah (terminologi), serta lebih suka berbicara (menyampaikan ide dan gagasan secara sederhana).

Kedua, anak usia di kelas atas, yakni kelas 4 (empat) dampai kelas 6 (enam) sekolah dasar. Para psikolog anak berpendapat, bahwa seorang anak atau siswa pada usia kelas atas ini merupakan usia pematangan bagi perkembangan fisik, mental dan karakter anak. Pada tingkatan usia inilah, justru para guru dan orang tua harus mulai jeli dalam “membidik” bakat, minat, potensi dan kemampuan anak, untuk kemudian dapat diasah dan ditempa untuk menjadi landasan bagi passion anak di masa depan. Pada usia ini, umumnya anak akan dapat lebih matang dan lebih mampu untuk berfokus dan berkosentrasi dalam hal belajar dan mengembangkan dirinya secara akademik dan non-akademik.

Pada masa ini, seorang anak atau siswa pada tingkat kelas atas cenderung memiliki imajinasi yang lebih kuat dan luas, sehingga telah mulai terbentuk kemampuan artikulasi yang lebih bagus dalam mencerna sesuatu termasuk mengungkapkan dan mengartikulasikannya di depan orang lain. Seorang guru pada kelas tingkat atas, dituntut harus lebih mampu untuk membentuk dan mengarahkan kemampuan siswanya dalam hal inovasi dan kreatifitas yang dihadirkan di dalam pembelajaran sehari-hari. Ada yang menarik, dari metode pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) di kelas 6 SD Tunas Dharma. Di sana, para siswa sudah terbiasa diajarkan dengan metode presentasi. Presentasi adalah sebuah kegiatan berbicara dalam rangka menyampaikan ide, gagasan dan pemikiran di depan umum (banyak orang). Adapun, tujuan presentasi secara umum antara lain: memperkenalkan diri/kelompok, memberikan informasi, menyampaikan pendapat, memberikan pesan, menginspirasi dan sekaligus untuk mempengaruhi orang lain.

Ibu Ummi Nur Alfiah, S.Pd., guru SD Tunas Dharma, membagikan pengalaman pembelajaranya di kelas 6B. “Saya sudah membiasakan para siswa di kelas 6 ini untuk diberi penugasan dalam bentuk presentasi, baik perorangan maupun kelompok. Penugasan dengan metode presentasi ini banyak manfaatnya bagi siswa, karena berbicara presentasi itu tidak hanya bicara soal anak mampu berbicara dan menyampaikan gagasan di depan umum saja. Tetapi di baliknya, terdapat sebuah proses belajar yang penuh dengan usaha dan perjuangan tersendiri bagi anak. Karena, sebelum tersaji di dalam sebuah materi dalam bentuk Power Point, sebelumnya siswa telah menjalani proses usaha pencarian materi, dengan cara berusaha membaca buku, berusaha mencari dan mengumpulkan materi dari internet atau sumber-sumber belajar lain. Setelah proses pencarian dijalani, siswa dipaksa untuk membaca, mempelajari, mencerna, bahkan mengembangan atau mengeksplorasi materi-materi tersebut, untuk kemudian dapat dipahami secara utuh untuk menjadi sebuah wawasan, pengetahuan, ilmu dan kemampuan baru untuk siswa. Langkah akhirnya, siswa dituntut untuk dapat menyajikan materi pengetahuan yang telah dikuasainya tersebut, untukdapat dituangkan ke dalam sebuah media pembelajaran, dalam hal ini menggunakan media Power Point.

Tidak berhenti sampai di situ saja, kemudian si siswa juga harus mampu untuk mempertunjukkan, memamerkan atau mempresentasikan tentang materi, pengetahuan atau ilmu yang telah dikuasainya tersebut untuk dapat disebarkan kepada siswa lainnya di dalam kelas. Artinya, siswa tersebut bertindak selaku pemberi materi, dan siswa lainnya bertindak selalu pendengar, bahkan penanggap atas materi yang telah disampaikan tersebut. Di dalam metode presentasi itu tidak hanya aspek knowledge-nya saja yang berkembang. Justru di balik itu, terdapat aspek pembentukkan kemampuan atau skill siswa di bidang Public Speaking dan tata cara berdialog dan berdebat dengan teman sebayanya. Maka, seni berbicara dan seni berdialog dengan sendirinya akan terlatih secara alamiah. Nah, kemampuan inilah yang saya rasa yang paling penting. Karena, kemampuan ini akan meningkat kepada kemampun Softskill selanjutnya seperti kemampuan negosiasi, koordinasi dan kolaborasi baik secara perorangan maupun tim. Kemampuan Softskill inilah yang justru akan menjadi bekal dalam rangka menumbuhkan jiwa kreatifitas dan inovasi pada diri siswa. Mengingat, kemampuan kolaborasi atau bekerjasama dengan orang lain itu merupakan salah satu “kunci sukses” bagi perkembangan kehidupan siswa di masa depan”, tegasnya.

Di dalam konteks ini, metode presentasi ini termasuk ke dalam metode pembelajaran yang berbasis kepada siswa sebagai pusat pembelajaran, atau yang popular disebut dengan istilah Student Centered Learning atau SCL. Yakni, sebuah metode pembelajaran yang menggerakkan dan memberdayakan peserta didik untuk menjadi pusat perhatian selama proses belajar dan mengajar berlangsung. Pada hari Senin, 18 November 2024, para siswa di kelas 6B SD Tunas Dharma pada mata pelajaran IPAS, masing-masing mempresentasikan materi tentang Ancaman Krisis Energi dan Energi Alternatif Bagi Kehidupan yang diasuh oleh guru kelasnya, Ibu Ummi Nur Alfiah, S.Pd.

Bagikan :

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp